Rabu, 23 Januari 2013
Sodetan KBT - Ciliwung: Bukan Solusi Terbaik
Pemerintah berencana membuat sodetan Kanal Banjir Timur - Ciliwung sepanjang 2.150 meter untuk mengurangi beban Kanal Banjir Barat. Rencananya pembangunan akan dimulai awal tahun ini. Anggaran diperkirakan sebesar Rp 500 milyar. Solusi ini diharapkan dapat mengurangi banjir di Jakarta.
Ada dua alternatif yang direncanakan, pertama, sodetan dibuat dengan pemasangan pipa diameter 2,5 meter sebanyak 4 buah. Luas penampang total dari 4 buah pipa ini sekitar 19 meter persegi.
Alternatif kedua, akan dipasang 2 pipa berdiameter 4 meter, luas total penampangnya kira-kira 25 meter persegi.
Melihat dua alternatif tersebut, alternatif kedua mempunyai kemampuan mengalirkan air dengan debit lebih besar dibandingkan alternatif pertama.
Permasalahan yang nantinya akan timbul adalah masalah perawatan dari sumbatan yang diakibatkan oleh sampah dan endapan berupa tanah dan pasir yang bisa terjadi saat debit air sedikit.
Belum bisa membayangkan, bagaimana mekanisme normalisasi terowongan air sepanjang dua kilometer lebih, seandainya tersumbat, apalagi jika diameter pipa hanya 2,5 meter atau 4 meter.
Melanjutkan pembuatan saluran terbuka dari Kanal Banjir Timur untuk disambungkan dengan Sungai Ciliwung merupakan cara terbaik secara teknis, meskipun biayanya lebih mahal, karena perawatannya akan lebih mudah.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Jakarta sedang dalam darurat banjir. Pasca banjir, wajib hukumnya bagi pemerintah untuk melakukan perbaikan-perbaikan dengan cepat atas fasilitas-fasilitas yang rusak. Hal tersebut memang tepat dalam konteks jangka pendek. Namun lebih tepat lagi jika Pemda DKI, juga Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah di seluruh Indonesia memikirkan secara jangka panjang bagaimana mencegah banjir yang selalu terjadi. Untuk itu perlu dipikirkan solusi penanganan banjir dengan memperhatikan semangat Reforma Agraria sesuai UUPA 1960. Perlu diketahui UUPA 1960 tidak hanya mengamanatkan redistribusi tanah demi keadilan rakyat, tapi juga membicarakan tentang tata guna tanah. UUPA mencantumkan tantang tanggung jawab untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup pada lahan agraria. Pasal 15 berbunyi: “memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak yang ekonomis lemah”. Sedangkan Pasal 6 menyebutkan bahwa “semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”. Pasal ini dapat ditafsirkan kehilangan kesuburan maupun hilangnya fungsi tanah dapat mengganggu aspek sosial masyarakat akibat aktifitas terhadap tanah tersebut. Jadi kalau kita sepakat bahwa banjir terjadi akibat adanya pelanggaran terhadap penggunaan pemanfaatan tanah, maka, dalam segala pembangunan atau penentuan kebijakan ke depannya, mulai saat ini reforma agraria dan UUPA 1960 harus segera diimplementasikan dengan sungguh-sungguh.....maaf bukan menggurui...sekedar berwacana saja...
BalasHapusSetuju dengan penerapan hukum secara tepat, antara lain dalam hal penangan banjir Jakarta.
BalasHapusSaya hampir setiap hari melintasi jembatan di atas KBT. Saat ini, meskipun KBB menanggung debit air yang sangat banyak, KBT tidak demikian.
Sangat sayang memang, jika kapasitas KBT tidak dimanfaatkan untuk menanggung sebagian air dari Ciliwung.
Membuat sodetan dari Ciliwung ke KBT memang bagus, tetapi akan lebih bagus lagi jika dibuat saluran terbuka, seperti yang sudah ada. Tinggal melanjutkan. Memang biayanya sangat mahal, terutama untuk pembebasan lahan, karena daerah dary BY PASS sampai Ciliwung indeks harga per meter persegi sangat tinggi.
Karena itu dikaitkan dengan UU yang anda sebutkan tadi, perlu dicari celah yang ada untuk pembuatan terusan KBT ke Ciliwung berupa saluran terbuka.